![]() |
Oleh Sugeng Gondrong |
Barisan berbagai miniatur telah tersusun
rapi ketika saya masuk ke salah satu ruangan milik warga binaan di
Rumah Tahanan Negara Klas II B Sanggau. Miniatur karya tangan mereka bukan
sekedar dipajang tetapi juga dijual dan terbukti sangat diminati banyak
kalangan.
Miniatur sepeda motor dan helikopter
berada dibaris paling depan, disusul miniatur mobil, perahu layar, rumah dan
miniatur lainnya. Saat menginjakkan kaki diruangan itu, saya takjub dan sempat
berpikir ini rumah tahanan atau kios kerajinan tangan.
Harian ini diberikan kesempatan oleh
Kepala Rutan Sanggau, Isnawan untuk melihat langsung karya ‘anak-anaknya’
sekaligus menyaksikan proses pembuatan berbagai miniatur berbahan baku dari koran
bekas.
Sekilas tak terlihat koran bekas pada
miniatur-miniatur tersebut. Namun, ketika dilihat lebih dekat saya dibuat
takjub dengan keterampilan para pengrajin ini yang notabene merupakan
narapidana. Karya-karya mereka ini variasi harganya dikisaran Rp50-500 ribu
perunitnya.
Saya lalu menghampiri salah seorang
narapidana yang sedang membuat miniatur perahu layar atau kapal pinisi. Namanya
Indra. Pria kelahiran Tayan 15 Maret 1983 ini terlihat sedang sibuk menyusun
lintingan-lintingan koran. Ditangan kirinya memegang lem atau perekat.
"Butuh kesabaran," ujarnya pada saya yang berjongkok tidak jauh dari
tempatnya duduk.
Beberapa saat saya memperhatikannya
sedikit demi sedikit menyusun lintingan koran bekas sehingga membentuk sebuah
perahu layar. Selain perahu layar, dia juga pernah membuat miniatur rumah dan
bangunan. Ada juga miniatur sepeda motor dan beberapa pernak-pernik yang unik.
Untuk membuat beragam miniatur berbahan
koran bekas ini, koran yang sudah dipotong dalam beberapa bagian kemudian
dilinting sampai pada kepadatan yang cukup keras sehingga mudah untuk disusun
sesuai dengan bentuk apa yang nantinya akan dibuat.
Sejauh ini, jika digabungkan sudah ratusan
miniatur yang berhasil dibuat oleh warga binaan di Rutan Sanggau. Lalu
dikemanakan saja hasil karya mereka. Kemudian bagaimana prospek karya warga
binaan ini bisa punya nilai ekonomis bagi mereka sendiri.
Menurutnya, karya-karya mereka ada yang
dijual kepada pengunjung. Ada juga yang diberikan kepada sanak famili yang
dating menjenguk. Selain itu, ada beberapa karya yang hasilnya cukup bagus
mereka berikan kepada pihak rutan untuk dijadikan pajangan sehingga karya
mereka bisa tetap tampak meski kelak mereka sudah selesai menjalani hukuman.
“Banyak sekali yang sudah dihasilkan.
Sementara ini pemasarannya ya masih dari mulut ke mulut. Kalau ada pengunjung
yang dating kemudian tertarik membeli, ya kami jual dengan harga bervariasi.
Tergantung tingkat kesulitan membuatnya,” ungkap bapak beranak satu ini.
Selain kendala pemasaran, mendapatkan
bahan baku juga sulit. Jika bahan baku habis, mereka tidak bisa membuat lagi. “Kalau
bahan ada kami bisa buat tiap hari. Inilah sulitnya mendapatkan bahan baku,”
ujarnya.
Selain Indra, saya juga menyempatkan ke
beberapa narapidana lainnya. Suherman misalnya. Meski fisiknya tidak sempurna
dan hanya memiliki satu tangan, tapi tak menghalanginya untuk menjadi terampil.
Pria asal Balai Karangan ini juga tidak mau kalah dengan rekannya yang lain.
Karyanya juga tak kalah bagus. Meski ketika membuatnya, ada beberapa bagian
yang dia meminta bantuan kepada rekan-rekannya.
Dirinya juga merasa bersyukur dengan
adanya aktivitas semacam ini. Waktu-waktu luang dapat diisi dengan kegiatan
yang bermanfaat dan menghasilkan. “Ya paling tidak kalau ada kegiatan ini kan
ndak sempat mau mikir buat jahat atau misalnya merencanakan kejahatan seperti
dulu,” ujar dia.
Keduanya berharap kegiatan bermanfaat ini
bisa membantu mereka merubah perilaku dan hidup mereka dari yang tadinya
membebani masyarakat menjadi manusia yang punya manfaat. (*)
Post a Comment