Website Sugeng Gondrong

Menyambangi Pendidikan di Batas Jalan

Rumah Guru bak Rumah Hantu
 
Oleh Sugeng Gondrong
“Selamat datang di kampung kami, pak.” Kepala Dusun Mentuak, Apin (56) menyapa saat perahu speed (Long boat) yang kami tumpangi merapat ke dermaga. Pria berbadan gempal itu kemudian menuntun kami berjalan menuju tempat istirahat melewati rumah-rumah warga berdinding papan.

Cuaca siang itu, Rabu (5/10) begitu menyengat. Teriknya sinar matahari yang kian meninggi membuat keringat bercucuran. Ditambah lagi dusun ini berada tepat dipinggiran sungai. Tapi, bukan halangan bagi saya untuk menikmati keakraban bersama masyarakat disana.

Disepanjang jalan dusun, terlihat rumah warga yang sebagian sudah terbilang bagus meski masih ada beberapa rumah yang kondisi tak sedap dipandang mata. Begitu kondisi dusun paling hulu di Kecamatan Toba yang berbatasan langsung dengan Kubu Raya dan Ketapang.

Pak kadus kemudian mengajak saya untuk melihat-lihat kondisi sekolah yang ada disana. Dia menawari saya untuk berboncengan dengannya menuju sekolah tersebut. Jarak sekolah dengan tempat saya berdiri saat itu masih sekira 1,7 kilometer lagi.

Saya putuskan untuk ikut pak kadus naik sepeda motor miliknya. Menyusuri jalan rapat beton yang hanya cukup untuk dilalui satu motor saja. Di kiri dan kanan terhampar kebun karet milik warga setempat. Suasananya sejuk dan menenangkan.

Begitu sampai dipusat dusun itu, ada sedikit pemandangan yang tak mengenakkan mata. Saya lantas minta kepada pak kadus untuk berhenti. Dengan kamera masih ditangan, saya mendekati 5 bangunan yang berada tepat disamping balai dusun. Itu adalah bangunan sekolah dan rumah dinas bagi guru SD Negeri 12 Kuala Labai.

Untuk bangunan sekolah, sekilas dari kejauhan tak ada yang memprihatinkan. Berbeda dengan rumah dinas guru, ada dua bangunan yang sudah tampak rapuh dan lusuh. Seperti rumah tak berpenghuni.

Ditemani pak kadus, saya bergegas menuju bangunan sekolah. Dari luar ruangan, terlihat triplek langit-langit sekolah banyak yang sudah lepas. Saya terkejut saat masuk ke tiga ruangan kelas. Nyaris ruangan itu tanpa dek atau langit-langit. Triplek deknya sudah rusak dan terlepas. Akibatnya, saat siang, para siswa kepanasan. Menurut cerita pak kadus, kondisi ini sudah berlangsung lama dan belum ada tindak lanjutnya dari dinas terkait.


Disela-sela saya mengambil dokumentasi, Pak Indra Sukma. Pria 33 tahun yang mengajar di sekolah tersebut sejak 5 tahun lalu dating menghampiri untuk berkenalan. Saya menjabat tangannya. Nuansa keakraban pun langsung tersaji. Dari mulutnya banyak informasi yang didapat termasuk mengenai kondisi sekolah tersebut dan rumah dinas para guru.

Saya langsung diajak melihat kembali kondisi rumah dinas tersebut. Pengamatan saya, bangunan yang ditunjukkan pak Indra sepertinya bangunan tua yang tidak pernah direhap. Kondisinya cukup memprihatinkan. Atapnya bocor, dindingnya juga sudah mulai rapuh, dan langit-langit rumah atau dek juga sudah banyak yang rusak. Penderitaan ini sepertinya lengkap karena didusun tersebut juga belum menikmati listrik.

“Sudah sering diajukan usulan perehapan, namun sampai saat ini belum ada realisasinya,” tegas pak Indra sembari melihatkan kondisi bangunan tepat disamping rumah tinggalnya. Dia sangat berharap pemerintah daerah dapat melihat kondisi ini.

Menurut pak Indra, guru disini berjumlah 3 orang, semuanya pegawai negeri sipil. Ketiganya harus berjibaku untuk mengajar sedikitnya 32 orang siswa. Sementara lokal kelasnya ada 3 ruangan untuk kelas 1-6. Pak Indra, lantas mengajak saya melihat ke dalam rumah dinas yang ditempatinya. kondisinya tidak jauh berbeda dengan luarnya. Kesan kusam dan kotor serta rusak memang menjadi kenyataan.

Lebih parah lagi bangunan tepat disebelah rumah pak Indra. Kaca jendelanya sudah tidak ada, lantainya yang terbuat dari papan juga sudah ambruk ke tanah. Pemandangan serupa juga terlihat pada atap rumah dibagian belakang dan sampingnya. Memang seperti dibiarkan rusak begitu saja.

Sementara itu, dua rumah dinas lainnya terlihat masih sedikit dalam kondisi baik. Tetapi secara keseluruhan keempat rumdin ini sudah cukup tua dan perlu dilakukan perbaikan agar para pendidik ini dapat beristirahat dengan selayaknya.

Persoalan rumah dinas guru ini bukan hanya terjadi disini. Di Dusun Bagan Asam-saat saya berkunjung kesana sehari sebelumnya-rumah dinas untuk guru SMP Negeri 3 Satap Toba tidak ada. Salah seorang gurunya justru harus numpang di rumah dinas milik puskesmas pembantu. Keadaannya sama. Lantainya sudah bolong-bolong dan butuh diperhatikan.

Pak Indra tak jarang merasa sedih dengan situasi ini. Kadang tak tega melihat anak didiknya kepanasan saat belajar di siang hari. Tetapi, dengan keterbatasan gajinya dia tidak mampu berbuat apa-apa dengan situasi ini. Fasilitas pendidikan ditempatnya mengajar masih minim, ditambah lagi kondisinya yang rusak.

“Kalau melihat fasilitas disini, saya prihatin. Yang membuat saya tetap bangga adalah anak-anak didik disini tetap mau belajar. Dan mereka cukup membanggakan karena untuk ukuran kecamatan, mereka selalu masuk lima besar kecamatan,” ungkap dia.


Beginilah kondisi disini. Sekolah ini berada di daerah paling ujung Kecamatan Toba. Fasilitasnya minim. Hanya semangat anak-anak didik yang membuat para guru seutuhnya mendedikasikan pengabdiannya. [*]
Share this post :

Post a Comment

Wisata

 
Support : Link here | Link here | Link here
Copyright © 2014. Jejak Si Gondrong - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger