Hanya hobi,
bukan ambisi. Itulah ucapan yang keluar dari beberapa pria penggila offroad di
Sanggau yang saya temui. Melihat kesibukan mereka dari jauh saja
menyenangkan. Apalagi bila melihat kegiatan mereka lebih dekat.
“Kesinilah, kami
dibengkel ni,” begitu massage yang
masuk ke telepon seluler saya. Malam itu masih hari Sabtu (13/2). Jam dinding
menunjukkan setengah sepuluh malam. Saya kemudian bergegas mengambil sepeda
motor dan menuju salah satu bengkel mobil, tidak jauh dari Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum yang ada di Kota Sanggau.
Sampai disana,
saya sudah ditunggu beberapa pria berbaju kaos yang sedang duduk disebuah meja.
Lengkap dengan kopi dan rokok serta beberapa bungkus makanan ringan. “Lama ndak ketemu ya,” sapa mereka ramah.
Saya bersalaman,
baru kemudian mengambil posisi duduk menghadap sebuah mobil berwarna merah
produksi tahun 1980an. Didepan mobil itu terlihat seorang pria sedang memasang
sesuatu dibagian depan mobil. Saya hanya memperhatikan sebentar saja.
“Dari mana?”
Sapa salah satu pria berkulit gelap berbadan tegap itu. “Dari rumah,” jawab
saya. Pria itu adalah Khalil, sang penasehat salah satu klub offroad di Kota
Sanggau. Bapak empat anak ini punya hobi offroad sejak lama. Itu yang saya tahu
dari informasi sejumlah orang.
Malam itu dia
yang didampingi rekannya Lawi dan Bujang sedang melakukan finishing mobilnya
untuk ikut serta dalam ajang Cap Go Meh International Offroad di Kota
Singkawang 20-21 Februari 2016 mendatang. Dia menyertakan dua mobilnya
sekaligus untuk kelas 1000 cc kelas standar.
Kesempatan
melihat kesiapan para offroader ini tidak saya sia-siakan begitu saja untuk
tahu lebih banyak mengenai olahraga ekstrim yang terkenal mahal ini. Dia dan
rekan-rekannya pun tidak keberatan saat saya bilang ingin tahu lebih banyak
mengenai kesukaannya pada olahraga yang sudah ditekuninya sejak lama.
“Saya sudah lama
suka offroad. Cuma dulu itu kan belum ada klub saja jadi tidak terlalu eksis dengan
hobi ini. Sekarang sudah ada, jadi rugi juga kalau tidak disalurkan,” cerita
dia sambil sesekali menghisap rokoknya.
Kebetulan, kata
dia, sekarang di klubnya saat ini Sanggau Jip Community (bagian dari IOF
Sanggau) telah beberapa kali ikut serta kegiatan offroad. “Ya cuma hobi saja,
kalau ambisi sih tidaklah. Prestasi itu bisa menyusul,” ujar pria kelahiran 53
tahun silam.
Sejak sepekan
terakhir, dia memang sibuk 'mempercantik' dua mobilnya itu. Bahkan, kata dia,
biasanya hingga larut malam. Semua itu dilakukan dia dan beberapa rekannya agar
kondisi mobilnya itu selalu fight saat mengikuti perlombaan. “Kita rehab supaya
fight saat lomba dan aman saat digunakan nanti,” ujarnya.
Karena sudah
termakan usia, dua mobilnya itu harus dipersiapkan betul. Baik dari mesinnya,
bodi mobil serta diganti sejumlah onderdilnya termasuk safety-nya. “Pabrikan
boleh tua, bukan berarti tidak mampu fight lagi. Makanya kami maksimalkan
persiapannya supaya lebih oke,” katanya.
Untuk membuat
mobilnya tetap fight saat digunakan nanti, dia dan anggota klub tak segan
mengeluarkan uang puluhan juta rupiah. Satu mobil, taksiran perbaikannya tidak
kurang dari sepuluh juta rupiah. “Satu mobil mungkin bisa habis sepuluh juta.
Kalikan dua mobi berartu dua puluhan juta,” ungkap sosok bapak kelahiran
Pontianak ini.
Sejumlah
kegiatan offroad sudah pernah diikuti. Terakhir mereka mengikuti kegiatan pada
Desember tahun lalu. Meski belum berprestasi, dia tidak menyesalkannya. “Yang
penting bagi saya berpartisipasi dengan membawa nama Kabupaten Sanggau. Apalagi
kalau bisa berprestasi, akan lebih baik,” ujar dia menegaskan.
“Selama ini kami
ni ya patungan per anggota. Kumpul sedikit-sedikit, akhirnya bisa juga. Kami di
klub itu sekitar 20an anggotanya,” sela Lawi memotong obrolan kami.
Lawi yang malam
itu mengenakan kaos biru laut bilang untuk persiapan ikut ajang ini, dua mobil
itu 80 persen dibenahi total. Dalam dua atau tiga hari kedepan tinggal
finishing saja. “Kita 80 persen berbenah dua mobil ini.”
Sembari tetap
melanjutkan obrolan, kami tidak lupa melihat lebih dekat dengan mekanik yang
sedang memasang sejumlah peralatan di mobil tersebut. Tanpa berkata-kata,
mereka terlihat sangat serius menyelesaikan pekerjaan mereka. Rasa lelah
terpancar dari raut wajah sang mekanik. Dia kerja dengan bertelanjang dada
malam itu. Tangannya kotor, dipenuhi sisa-sia oli yang menempel. Selesai
mengerjakan satu bagian, dia kemudian mengerjakan bagian lainnya.
Sambil
menyaksikan sang mekanik bekerja, kami tetap melanjutkan perbincangan dengan
santai sambil sesekali mencandai salah satu dari anggota klub tersebut. Namun,
kami tidak kehilangan fokus dengan perbincangan seputar dunia otomotif,
khususnya offroad.
Saya kemudian
bertanya mengenai dukungan dari pemerintah daerah. Khalil menyampaikan sejauh
ini memang lebih banyak sendiri. Tetapi, kalau pemerintah daerah mau
memfasilitasi kami, semuanya pasti sangat berterima kasih. “Tapi kami lebih
senang mau bawa nama daerah ini dulu. Kalau pemerintah mau bantu kami, kami
akan sangat berterima kasih,” ujarnya.
“Intinya eksis
dulu.” Sambil menghabiskan gorengan, kami terus ngobrol meski waktu sudah mulai
masuk tengah malam. Memang untuk membincangkan offroad ini tidak ada habisnya. Apalagi
dengan perkembangan dunia otomotif yang semakin pesat, banyak pengetahuan yang
dapat digali lebih mendalam.
Telah banyak
informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan dari beberapa pria ini. Tidak
ingin mengganggu lebih lama proses finishing mobil mereka, saya memutuskan
untuk menyudahi obrolan kami malam itu. Saya kemudian berpamitan kepada mereka
dan bergegas meninggalkan deretan mobil-mobil ‘jadul’ yang terparkir dihalaman
bengkel itu. (*)


Post a Comment